Thursday, February 18, 2010

Enter the tiger and hot weather


Kota Kinabalu: Very dry and hot weather under cloudless skies ushered in the lunar Year of the Tiger.

Average maximum temperature hit 32-33 degrees Celsius during the new year period, said a Meteorological Services Department official.

"We are under the influence of El Nino right now," a meteorologist said but declined to elaborate or speculate how long this dry spell and heat may last.

But irrespective of El Nino, tap water continues to flow, thanks to the rain forests of the 139,919ha Crocker Range Park gazetted as a water catchment during the Berjaya Government era, which continues to feed our rivers.

Dry and hot spells are reminders of the importance of this protected water lifeline.

There were nine El Nino over the last 50 years.

The root cause of El Nino is large scale warming of the waters in the Eastern Pacific which disturbs ocean currents and, in turn, results in dwindling or even reversal of trade winds and rains.

Once normal trade winds flow in, this big-time climate system is disturbed, the hurt to agriculture, water and fishery production and eventually nutrition and human health begins.

Normally, winds blow east to west across the southern Pacific over the surface of the sea and bring warm surface water along with them to western Pacific.

In places like Peru, a normal wind flow results in abundant harvest of anchovy because as warm surface water get pushed away by winds, cooler, nutrient-rich from the deep rushes up to take it place, creating plenty of plankton-filled feeding grounds for the anchovy populations.

But when trade winds mysteriously relax, dwindle or reverse, warm water sloshes back east in a vast, slow wave.

So, along the coasts of tropical central America, like Peru for instance, the build-up of warm water, driving the thermocline (buffer zone between the upper layer of water and the frigid ocean below) down.

This abnormal process causes the cooler, nutrient-rich water to drop way down, along with the thermocline, driving the anchovy population down because of the drastic drop in plankton population.

In 1972 for instance, Peru anchovy landing dropped from 20 million tonnes to a mere 2 tonnes. While February and March are normal dry months in the west coasts of Sabah, El Nino may stretch it beyond.

One of the worst in memory was the 1998 mega El Nino when Kota Kinabalu received not even one drop of rain for six months, along with severe haze from forest fires which shrouded Southeast Asia for months.

Water level at the Babagon dam dropped to a precarious 80 metres above sea level compared to its maximum 128 metres.

"Basically, had it gone down any further, the water could not be used because its all mud down there," said Divisional Water Engineer, Teo Chee Kong.

Looking back further, one million acres of forests in Sabah were burnt during the 1982-3 El Nino. "For now, there is no water worry in KK because the water level at Babagon dam stands at 127m above sea level or 98 to 99 per cent full. It is the same at the Talepung reservoir in Tamparuli.

"If the dam level goes down, we pump water up from rivers like Tuaran River, the Moyog River and even the Papar River," Teo noted.

"The water level at these three rivers remain high at the moment so I don't foresee water problem in the West Coast over the next few months," Teo added.

Teo attributed the strong rivers to the total protection of the Crocker Range Park primary forest which continues to release water during the dry spells.

But have timber thieves intruded into the Crocker Range Park?

On a recent flight back to KK from Lahad Datu on a MASWing, skid trails starting from the back of a kampung were seen making inroads up along a ridge deep into the primary forest of what looked like inside the Crocker Range Park, in the Papar hinterlands.

There have also been complaints from the ground about such acitivities.

The Crocker Range Park, which is under the care of Sabah Parks, must investigate to ensure the vital hydrological function of the protected park which serves the water interest of millions is not terminated by irresponsible logging inside a protected park.

http://www.dailyexpress.com.my/news.cfm?NewsID=70777

Asal Mula Alam Semesta - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an


Ilmu pengetahuan moden, ilmu astronomi, baik yang berdasarkan pengamatan mahupun berupa teori, dengan jelas menunjukkan bahawa pada suatu saat seluruh alam semesta masih berupa 'gumpalan asap' (yaitu komposisi gas yang sangat rapat dan tak tembus pandang, The First Three Minutes, a Modern View of the Origin of the Universe, Weinberg, hal. 94-105.). Hal ini merupakan sebuah prinsip yang tak diragukan lagi menurut standad astronomi moderen. Para ilmuwan sekarang dapat melihat pembentukan bintang-bintang baru dari peninggalan 'gumpalan asap' semacam itu (lihat gambar 10 dan 11)

Bintang-bintang yang berkilauan yang kita lihat di malam hari, sebagaimana seluruh alam semesta, dulunya berupa materi 'asap' seperti itu. Allah telah berfirman di dalam Al Qur'an:

ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ

Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,... (Al Fushshiilat, 41: 11)

Karana bumi dan langit di atasnya (matahari, bulan, bintang, planet, galaksi dan lain-lain) terbentuk dari 'gumpalan asap' yang sama, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa matahari dan bumi dahulu merupakan satu kesatuan. Kemudian mereka berpisah dan terbentuk dari 'asap' yang homogen ini. Allah telah berfirman:

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (Al Anbiya, 21:30)

Dr. Alfred Kroner adalah salah satu ahli ilmu bumi terkemuka. Ia adalah Profesor geologi dan Kepala Departemen Geologi pada Institute of Geosciences, Johannes Gutenberg University, Mainz, Jerman. Ia berkata: "Jika menilik tempat asal Muhammad... Saya fikir sangat tidak mungkin jika ia boleh mengetahui sesuatu seperti asal mula alam semesta dari materi yang satu, karena para ilmuwan saja baru mengetahui hal ini dalam beberapa tahun yang lalu melalui berbagai cara yang rumit dan dengan teknologi mutakhir. Inilah kenyataannya." Ia juga berkata: "Seseorang yang tidak mengetahui apapun tentang fizika kandungan 14 abad yang lalu, menurut saya, tidak akan pernah bisa mengetahui, melalui pemikirannya sendiri, bahawa dulunya bumi dan langit berasal dari hal yang satu."

Kegelapan di Laut Dalam - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an


Allah berfirman di dalam Al Qur'an

أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا ۗ وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (Al Qur'an, An-Nuur, 24:40)

Ayat ini menyebutkan kegelapan yang dapat ditemukan di laut dalam, di mana jika seseorang menjulurkan tangan ia tak akan bisa melihatnya. Kegelapan di dalam lautan dan samudera ditemukan sekitar kedalaman 200 meter ke bawah. Pada kedalaman ini, hampir-hampir tidak ada cahaya lagi (lihat gambar 15). Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak ada cahaya sama sekali.

Manusia tidak berkemampuan menyelam lebih dari kedalaman 40 meter tanpa bantuan kapal selam atau peralatan khusus. Manusia tak akan bertahan tanpa perlengkapan di bagian gelap dari lautan, pada kedalaman 200 meter.

Gelapnya kedalaman laut ini hanya diketahui oleh para ilmuwan di masa sekarang melalui berbagai peralatan khusus dan kapal atau peralatan selam yang memungkinkan mereka menyelam ke kedalaman lautan.

Tanpa peralatan khusus, tidak mungkin manusia di zaman Nabi Muhammad mengetahui bagaimana bentuk kegelapan di dalam lautan. Ini membuktikan bahwa Al Qur'an diturunkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui.

Kita juga melihat dalam penggalan kalimat dari ayat di atas yang berbunyi: "...yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan;" bahawa air di laut yang dalam diliputi oleh ombak dan di atas ombak ini ada ombak lain. Sangat jelas bagi kita bahwa lapisan ombak yang ke dua ini adalah ombak di permukaan laut yang mampu kita lihat, karana ayat tersebut menyebutkan adanya awan di atasnya. Tetapi bagaimana dengan ombak yang disebutkan pertama? Adakah ombak lain di bawah permukaan laut?

Para ilmuwan telah menemukan pada masa sekarang adanya ombak dalam (internal waves) yang "terjadi pada batas pertemuan dua lapisan air yang memiliki perbedaan kepekatan." (lihat gambar 16).

Ombak dalam terjadi pada permukaan lapisan air di kedalaman lautan karena ia memiliki kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan air di atasnya. Ombak dalam berperilaku mirip ombak permukaan. Ia juga boleh pecah seperti ombak di permukaan laut. Namun ombak dalam tidak boleh terlihat oleh mata biasa. Ia hanya boleh dideteksi melalui peralatan canggih dengan mempelajari perubahan suhu dan kandungan garam pada suatu lokasi tertentu.

http://www.al-habib.info/review/al-quran-kegelapan-lautan.htm

Batas Dua Lautan - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an


Ilmu pengetahuan moden telah mengungkapkan bahawa pada tempat-tempat di mana dua lautan yang berlainan bertemu ada batas di antara keduanya. Batas ini membahagikan kedua-dua lautan sehingga setiap laut memiliki suhu, kadar garam dan kepekatan tersendiri. Sebagai contoh, laut Mediterania memiliki air yang hangat, berkadar garam tinggi dan lebih pekat dibandingkan dengan lautan Atlantik. Ketika laut Mediterania memasuki Atlantik melalui selat Jibraltar, airnya bergerak beberapa ratus kilometer ke wilayah Atlantik pada kedalaman 1000 meter dengan tetap mempertahankan sifatnya yang hangat, berkadar garam tinggi dan lebih pekat. Pada kedalaman ini, air laut Mediterania berada dalam keadaan stabil. Meskipun ada ombak besar, arus dan pasang surut yang kuat, seolah-olah ada batas yang menghalangi pencampuran air dari ke dua lautan ini (lihat gambar 13).

Al Qur'an menyebutkan bahawa ada batas antara dua lautan yang bertemu dan keduanya tidak melampaui batasan ini. Allah berfirman:

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. (Al Qur'an, Ar-Rahman (55):19-20)

...

Informasi semacam di atas baru diketahui manusia pada abad terakhir melalui peralatan canggih untuk mengukur suhu, kadar garam, kepekatan, kelarutan oksigen dan seterusnya. Mata manusia tidak boleh melihat perbezaan antara ke dua lautan yang bertemu. Mereka nampak sama saja.

http://www.al-habib.info/review/al-quran-batas-dua-lautan.htm

Gunung sebagai Pasak - Keajaiban Ilmiah Al Qur'an


Sebuah buku berjudul Earth adalah buku rujukan di banyak universiti di seluruh dunia. Salah seorang pengarangnya adalah Profesor Emeritus Frank Press. Ia adalah Penasihat Ilmu Pengetahuan dari mantan Presiden Amerika Jimmy Carter dan selama 12 tahun menjadi presiden dari National Academy of Sciences, Washington, DC. Buku tersebut menyatakan bahwa gunung-gunung mempunyai akar di bawah mereka. Akar ini menghunjam dalam, sehingga seolah gunung-gunung mempunyai bentuk bagaikan pasak (lihat gambar 7 dan 8).

Beginilah Al Qur'an menjelaskan tentang gunung-gunung. Allah berfirman:

أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا وَالْجِبَالَ أَوْتَادًا

Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak? (An Naba', 78: 6-7)

Ilmu bumi modeen telah membuktikan bahwa gunung-gunung memiliki akar di dalam tanah dan akar ini dapat mencapai kedalaman yang berlipat dari ketinggian mereka di atas permukaan tanah. Jadi, kata yang paling tepat untuk menggambarkan gunung-gunung berdasarkan informasi ini adalah kata "pasak" karana bahagian terbesar dari sebuah pasak tersembunyi di dalam tanah. Pengetahuan semacam ini, tentang gunung-gunung yang memiliki akar yang dalam, baru diperkenalkan di separuh kedua dari abad ke-19.

Sebagaimana pasak yang digunakan untuk menahan atau mencencang sesuatu agar kukuh, gunung-gunung juga memiliki fungsi penting dalam menyetabilkan kerak bumi. Mereka mencegah goyahnya tanah. Allah berfirman:

وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk. (An Nahl, 16:15)

Maha Benar Allah yang Maha Agung.

Wednesday, February 17, 2010


PUTRAJAYA: With the authorities already recording a drop in air quality this week, Malaysians will have to remain on the alert as the current hot and dry weather is expected to continue right through August.

Department of Environment Director-General Rosnani Ibrahim said open burning in Sumatra was the main culprit for the deteriorating air quality.

The Asean Specialised Meteorological Centre, she said, had spotted at least 49 hot spots and smoke plumes in the island, believed to be signs of forest fires.

And the situation has left the department worried because the south-westerly winds characterising the present weather pattern are blowing pollutants from Sumatra over to Peninsular Malaysia.

The department has detected a deterioration in the air quality in several areas along the west coast of the peninsula from Muar up to Prai, especially in the Klang Valley.

GEOGRAFI


GEOGRAPHY
Study of the earth and its lands, features, inhabitants and phenomena